Sabtu, 30 Juli 2011

Shalat Tarawih ( Part 3 )








Salam Setiap Dua Raka’at





Para pakar fiqih berpendapat bahwa shalat tarawih dilakukan dengan
salam setiap dua raka’at. Karena tarawih termasuk shalat malam.
Sedangkan shalat malam dilakukan dengan dua raka’at salam dan dua
raka’at salam. Dasarnya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى


Shalat malam adalah dua raka’at dua raka’at.”[1] [2]





Istrihat Tiap Selesai Empat Raka’at





Para ulama sepakat tentang disyariatkannya istirahat setiap
melaksanakan shalat tarawih empat raka’at. Inilah yang sudah turun
temurun dilakukan oleh para salaf. Namun tidak mengapa kalau tidak
istirahat ketika itu. Dan juga tidak disyariatkan untuk membaca do’a
tertentu ketika melakukan istirahat. Inilah pendapat yang benar dalam
madzhab Hambali.[3]


Dasar dari hal ini adalah perkataan ‘Aisyah yang menjelaskan tata cara shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ
تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ


“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat 4 raka’at,
maka janganlah tanyakan mengenai bagus dan panjang raka’atnya. Kemudian
beliau melaksanakan shalat 4 raka’at lagi, maka janganlah tanyakan
mengenai bagus dan panjang raka’atnya.”[4]
Yang dimaksud dalam hadits ini adalah shalatnya dua raka’at salam, dua
raka’at salam, namun setiap empat raka’at ada duduk istrirahat.





Sebagai catatan penting, tidaklah disyariatkan membaca dzikir-dzikir
tertentu atau do’a tertentu ketika istirahat setiap melakukan empat
raka’at shalat tarawih, sebagaimana hal ini dilakukan sebagian muslimin
di tengah-tengah kita yang mungkin saja belum mengetahui bahwa hal ini
tidak ada tuntunannya dalam ajaran Islam.[5]





Ulama-ulama Hambali mengatakan, “Tidak mengapa jika istirahat setiap
melaksanakan empat raka’at shalat tarawih ditinggalkan. Dan tidak
dianjurkan membaca do’a-do’a tertentu ketika waktu istirahat tersebut
karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal ini.”[6]





“Ash Sholaatul Jaami’ah” untuk Menyeru Jama’ah dalam Shalat Tarawih?


Tidak ada tuntunan untuk memanggil jama’ah dengan ucapan Ash
Sholaatul Jaami’ah. Ini termasuk perkara yang diada-adakan (baca:
bid’ah). Juga dalam shalat tarawih tidak ada seruan adzan ataupun iqomah
untuk memanggil jama’ah karena adzan dan iqomah hanya ada pada shalat
fardhu.[7]





Surat yang Dibaca Ketika Shalat Tarawih





Tidak ada riwayat mengenai bacaan surat tertentu dalam shalat tarawih yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jadi, surat yang dibaca boleh berbeda-beda sesuai dengan keadaan. Imam
dianjurkan membaca bacaan surat yang tidak sampai membuat jama’ah bubar
meninggalkan shalat. Seandainya jama’ah senang dengan bacaan surat yang
panjang-panjang, maka itu lebih baik berdasarkan riwayat-riwayat yang
telah kami sebutkan.


Ada anjuran dari sebagian ulama semacam ulama Hanafiyah dan Hambali
untuk mengkhatamkan Al Qur’an di bulan Ramadhan dengan tujuan agar
manusia dapat mendengar seluruh Al Qur’an ketika melaksanakan shalat
tarawih.[8]





Mengerjakan Shalat Tarawih Bersama Imam Hingga Imam Selesai Shalat





Sudah selayaknya bagi makmum untuk menyelesaikan shalat malam hingga
imam selesai. Dan kuranglah tepat jika jama’ah bubar sebelum imam
selesai. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةً


Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.”[9]
Jika imam melaksanakan shalat tarawih ditambah shalat witir, makmum pun
seharusnya ikut menyelesaikan bersama imam. Itulah yang lebih tepat.





Shalat Tarawih bagi Wanita





Jika menimbulkan godaan ketika keluar rumah (ketika melaksanakan
shalat tarawih), maka shalat di rumah lebih utama  bagi wanita daripada
di masjid. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid
As Saa’idiy. Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata bahwa dia sangat senang sekali bila dapat shalat bersama beliau. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ
الصَّلاَةَ … وَصَلاَتُكِ فِى دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلاَتِكِ فِى
مَسْجِدِ قَوْمِكِ وَصَلاَتُكِ فِى مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ
صَلاَتِكِ فِى مَسْجِدِى


Aku telah mengetahui bahwa engkau senang sekali jika dapat
shalat bersamaku. …  (Namun ketahuilah bahwa) shalatmu di rumahmu lebih
baik dari shalatmu di masjid kaummu. Dan shalatmu di masjid kaummu lebih
baik daripada shalatmu di masjidku
.”[10]





Namun jika wanita tersebut merasa tidak sempurna mengerjakan shalat
tarawih tersebut di rumah atau malah malas-malasan, juga jika dia pergi
ke masjid akan mendapat faedah lain bukan hanya shalat (seperti dapat
mendengarkan nasehat-nasehat agama atau pelajaran dari orang yang
berilmu atau dapat pula bertemu dengan wanita-wanita muslimah yang
sholihah atau di masjid para wanita yang saling bersua bisa saling
mengingatkan untuk banyak mendekatkan diri pada Allah, atau dapat
menyimak Al Qur’an dari seorang qori’ yang bagus bacaannya), maka dalam
kondisi seperti ini, wanita boleh saja keluar rumah menuju masjid. Hal
ini diperbolehkan bagi wanita asalkan dia tetap menutup aurat dengan
menggunakan hijab yang sempurna, keluar tanpa memakai harum-haruman
(parfum)[11], dan keluarnya pun dengan izin suami. Apabila wanita berkeinginan
menunaikan shalat jama’ah di masjid (setelah memperhatikan syarat-syarat
tadi), hendaklah suami tidak melarangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,


لاَ تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمُ الْمَسَاجِدَ وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ


Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, namun shalat di rumah mereka (para wanita) tentu lebih baik.”[12]





Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,


إِذَا اسْتَأْذَنَكُمْ نِسَاؤُكُمْ إِلَى الْمَسَاجِدِ فَأْذَنُوا لَهُنَّ


Jika istri kalian meminta izin pada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka.”[13] Inilah penjelasan Syaikh Musthofa Al Adawi hafizhohullah yang penulis sarikan.[14]





Dari penjelasan para ulama di atas dapat kita simpulkan bahwa shalat
tarawih untuk wanita lebih baik adalah di rumahnya apalagi jika dapat
menimbulkan fitnah atau godaan. Lihatlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam masih mengatakan bahwa shalat bagi wanita di rumahnya lebih baik
daripada di masjidnya yaitu Masjid Nabawi. Padahal kita telah mengetahui
bahwa pahala yang diperoleh akan berlipat-lipat apabila seseorang
melaksanakan shalat di masjid beliau yaitu Masjid Nabawi.







Namun apabila pergi ke masjid tidak menimbulkan fitnah (godaan) dan
sudah berhijab dengan sempurna, juga di masjid bisa dapat faedah lain
selain shalat seperti dapat mendengar nasehat-nasehat dari orang yang
berilmu, maka shalat tarawih di masjid diperbolehkan dengan
memperhatikan syarat-syarat ketika keluar rumah. Di antara syarat-syarat
tersebut adalah: (1) menggunakan hijab dengan sempurna ketika keluar
rumah sebagaimana perintah Allah agar wanita memakai jilbab dan menutupi
seluruh tubuhnya selain wajah dan telapak tangan, (2) minta izin kepada
suami atau mahrom terlebih dahulu dan hendaklah suami atau mahrom tidak
melarangnya, dan (3) tidak menggunakan harum-haruman dan perhiasan yang
dapat menimbulkan godaan.





Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.








[1] HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749.

[2]
Dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah (2/9640), ulama Syafi’iyah berpendapat
bahwa seandainya seseorang melaksanakan shalat tarawih empat raka’at
dengan sekali salam, shalatnya tidak sah. Shalatnya batal jika sengaja
melakukannya dan mengetahui hal ini. Jika tidak batal, minimal yang ia
kerjakan hanyalah shalat sunnah mutlak. Bisa seperti ini karena shalat
tarawih mirip dengan shalat fardhu karena sama-sama dilaksanakan secara
berjama’ah. Maka seharusnya tidak diubah sesuai yang diajarkan. Demikian
dikatakan dalam Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah. Kami pun menemukan penjelasan
yang sama sebagaimana dalam kitab Kifayatul Akhyar, hal. 138.


Akan tetapi ada keterangan berbeda dari ulama Syafi’iyah lainnya.
Ulama besar Syafi’iyah, An Nawawi ketika menjelaskan hadits “shalat
sunnah malam dan siang itu dua raka’at, dua raka’at”, beliau
rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksud hadits ini adalah bahwa yang
lebih afdhol adalah mengerjakan shalat dengan setiap dua raka’at salam
baik dalam shalat sunnah di malam atau siang hari. Di sini disunnahkan
untuk salam setiap dua raka’at. Namun jika menggabungkan seluruh raka’at
yang ada dengan sekali salam atau mengerjakan shalat sunnah dengan satu
raka’at saja, maka itu dibolehkan menurut kami.” (Al Minhaj Syarh
Shahih Muslim, 6/30)


[3] Lihat Al Inshof, 3/117.


[4] HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738.


[5] Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 1/420.


[6] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9639


[7] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 2/9634


[8] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 1/420.


[9] HR. An Nasai no. 1605, Tirmidzi no. 806, Ibnu Majah no. 1327, Ahmad dan Tirmidzi. Hadits ini shahih.


[10] HR. Ahmad no. 27135. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan.


[11] “Jika salah seorang di antara kalian ingin mendatangi masjid, maka janganlah memakai harum-haruman.” (HR. Muslim no. 443)


[12] HR. Abu Daud no. 567 dan Ahmad 7/62. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih


[13] HR. Muslim no. 442.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar